Riya dan Bahayanya (II)
Tulisan ini merupakan bagian kedua dari tulisan sebelumnya yang berjudul Riya’ dan Bahayanya
BAHAYA RIYA1
Di dalam al Qur‘an dan as Sunah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat. Dan ia juga termasuk dosa besar yang merusak. Di antara bahaya riya’ adalah sebagai berikut :
- Riya’ lebih berbahaya bagi kaum muslimin daripada fitnah Masiih ad Dajjal.
Rasulullah ﷺ bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيَكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَالِ؟ قَالَ: قُلْنَا؛ بَلَى، فَقَالَ : الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lpaling dikhawatirkan di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah ﷺ berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya. (HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30).
- Riya’ lebih merusak daripada serigala menyergap domba Rasulullah ﷺ bersabda :
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمِرْءِ عَلىَ الْمَالْ وَ الشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan seorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya. (HSR Ahmad, III/456; Tirmidzi, no. 2376; Darimi, II/304, dan yang lainnya dari Ka’ab bin Malik).
Rasulullah ﷺ memberikan permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta, kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua ini menggerakkan riya’ di dalam diri seseorang.
- Amal shalih akan hilang pengaruh baiknya dan tujuannya yang besar bila disertai riya’ . Allah berfirman :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ
Maka celakalah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan tidak (menolong dengan) barang yang berguna. (QS al Ma’uun : 4-7).
Orang berbuat riya’ dan tidak mau menolong or[1]ang lain, disebabkan oleh shalat mereka tidak mempunyai pengaruh dalam hati mereka, sehingga mencegah kebaikan dari hamba-hamba Allah. Mereka hanyalah menunaikan gerakan-gerakan shalat dan memperindahnya, karena semua mata memandangnya, padahal hati mereka tidak memahami, tidak tahu hakikatnya dan tidak mengagungkan Allah. Karena itu, shalat mereka tidak berpengaruh terhadap hati dan amal. Riya’ menjadikan amal itu kosong tidak ada nilainya.
- Riya’ akan menghapus dan membatalkan amal shalih.
Allah berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidakberiman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir. (QS al Baqarah : 264).
Hati yang tertutup riya’ ibarat batu licin yang tertutup tanah. Orang yang berbuat riya’ tidak akan membuahkan kebaikan, bahkan ia telah berbuat dosa yang akan dia peroleh akibatnya pada hari Kiamat. Riya’ menghapuskan amal shalih, dan dengan sebab riya’ seseorang tidak mendapatkan di akhirat nanti hasil amal-amal yang pernah dilakukan di dunia. Sebagaimana Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكَ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ، يَقُوْلُ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جَرَى النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ : اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِيْ الدُّنْيَا، فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً؟!
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?’” (HR Ahmad, V/428-429 dan al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/324, no. 4135 dari Mahmud bin Labid. Lihat Silsilah Ahaadits Shahiihah, no. 951).
Pelaku riya’ akan memamerkan amalnya agar dipuji, disanjung dan mendapatkan kedudukan di hati manusia. Dia tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah, dan tidak pula dari orang-orang yang memujinya, karena yang berhak memberi balasan hanya Allah saja. Allah berfirman dalam hadits Qudsi
أَنَــا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkandia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya”. (HR Muslim, no. 2985 dan Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah).
- Riya’ adalah syirik khafi (tersembunyi).
Rasulullah ﷺ bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مَنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَالِ، قَالَ قُلْنَا؛ بَلَى، فَقَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu ia menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya. (HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa’id al Khudri, hadits ini hasan-Shahih Ibnu Majah, no. 3389).
- Riya’ mewariskan kehinaan dan kerendahan.
Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ، سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ مَسَامِعَ خَلْقِهِ، وَصَغَّرَهُ وَحَقَّرَهُ
“Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain (agar orang tahu amalnya), maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan menghinakannya”. (HR Thabrani dalam al Mu’jamul Kabiir; al Baihaqi dan Ahmad, no. 6509. Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir. Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib, I/117, no. 25).
- Pelaku riya’ tidak akan mendapatkan ganjaran di akhirat.
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda :
بَشِّرْ هَذِهِ الأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرَّفْعَةِ، وَالدِّيْنِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِيْنِ فِيْ الأَرْضِ، فَمَنْ عَمِلَ مَنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْ الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ
“Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi (keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk tujuan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat”. (HR Ahmad, V/ 134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825).
- Riya’ akan menambah kesesatan seseorang. Allah Ta’ala berfirman :
يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (QS al Baqarah : 9-10).
- Riya’ merupakan sebab kekalahan ummat Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّما يَنْصُرُ اللَّه هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ، وَإِخْلَاصِهِمْ
Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka. (HSR an Nasa-i, VI/45, dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash).2
Ikhlas karena Allah menjadi sebab ditolongnya umat ini dari musuh-musuh mereka. Allah melarang kita keluar berperang dengan sombong dan riya’, karena hal ini akan membawa kepada kekalahan. Allah berfirman :
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَّرِئَاۤءَ النَّاسِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ بِمَايَعْمَلُوْنَ مُحِيْطٌ
Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (QS al Anfaal : 47).
BEBERAPA PERKARA YANG TIDAK TERMASUK TERMASUK RIYA’ 3
Ada beberapa perkara yang disangka oleh sebagian orang sebagai perbuatan riya’, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perkara-perkara tersebut adalah :
- Pujian manusia atas seorang hamba atas amal baik yang ia lakukan tetapi bukan tujuannya ingin dipuji.
Apabila seseorang mengamalkan sesuatu perbuatan dengan ikhlas dan sampai selesai amal itu pun dilakukan dengan ikhlas, kemudian ada yang mengetahui amal tersebut lalu memujinya, namun ia tidak menghendaki yang demikian itu, maka hal itu tidak termasuk riya’. Seperti dalam hadits Abu Dzar:
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ، قَالَ : قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللَّهِ : أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ، وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ؟ قَالَ : تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى المُؤْمِنِ
Dari Abu Dzar رضي الله عنه , ia berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mengerjakan satu amal kebaikan, lalu orang memujinya?” Beliau menjawab,”Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” (HSR Muslim, 2642; Ibnu Majah, no. 4225 dan Ahmad, V/156, 157; dari sahabat Abu Dzar).
Ia tidak berlaku ‘ujub, dan tidak pula sengaja agar orang mengetahui kebaikannya.
- Giatnya seorang hamba dalam berbuat kebaikan ketika ada orang yang melihatnya dan ketika menemani orang-orang yang ikhlas dan orang shalih.
Ibnu Qudamah al Maqdisi رحمه الله (wafat tahun 689 H) menjelaskan dalam kitabnya, MukhtasharMinhajul Qashidin, hlm. 288: “Adakalanya seseorang berada di tengah orang-orang yang tekun beribadah. Ia melakukan shalat hampir sebagian besar malam karena kebiasaan mereka adalah bangun malam. Dia pun mengikuti mereka melaksanakan shalat dan puasa. Andaikata mereka tidak melaksanakan shalat malam, maka iapun tidak tergugah untuk melakukan kegiatan itu. Mungkin ada yang menganggap bahwa kegiatan orang itu termasuk riya’, padahal tidak demikian sebenarnya, bahkan hal itu perlu dirinci. Setiap orang mukmin tentunya ingin banyak beribadah kepada Allah, tetapi kadang-kadang ada hal yang menghambat atau yang melalaikannya. Maka boleh jadi dengan melihat orang lain yang aktif dalam melakukan kegiatan ibadah, membuatnya mampu menyingkirkan hambatan dan kelalaian itu. Bila seseorang berada di rumahnya, lebih mudah baginya untuk tidur di atas kasur yang empuk dan bercumbu dengan istrinya. Tetapi bila dia berada di tempat yang jauh, ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu. Kemudian ada beberapa faktor pendorong yang membangkitkannya untuk berbuat kebajikan, di antaranya keberadaannya di tengah orang yang beribadah atau disaksikan oleh mereka. Boleh jadi dia merasa berat berpuasa ketika berada di rumah, karena di dalamnya ada banyak makanan. Dalam keadaaan seperti itu, setan terus menggoda untuk menghalanginya dari ketaatan sambil berkata ‘jika engkau berbuat di luar kebiasannmu, berarti engkau adalah orang yang berbuat riya’,’ maka dia tidak boleh memperdulikan bisikan setan ini. Dia harus melihat pada tujuan batinnya dan jangan sekali-sekali ia menoleh kepada bisikan setan”.
- Menyembunyikan Dosa
Wajib bagi seorang mukmin atas mukmin lainnya, apabila berbuat suatu kesalahan, hendaklah ia tutupi dan jangan ia tampakkan dosanya. Kemudian ia wajib segera bertobat kepada Allah. Karena, menceritakan maksiat yang telah terlanjur dilakukan, berarti menyiarkan kekejian di antara kaum mukminin dan akan membuat dia meremehkan batas-batas Allah. Allah berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Sesungguhnya orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu disiarkan di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS an Nuur : 19).
Rasulullah ﷺ bersabda :
كُلُّ أُمَّتِيْ مُعُافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِيْنَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّه فَيَقُوْلَ: يَافُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَ كَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali orang-orang yang terang-terangan. Sesungguhnya termasuk terang-terangan ialah, jika seseorang melakukan suatu amal (dosa) pada malam hari, kemudian pagi harinya ia bercerita. Padahal pada malamnya Allah sudah menutupi dosanya. Ia katakana, hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini dan begitu, padahal malam itu Allah sudah menutupi dosanya, namun pagi harinya ia justru menyingkap tutupan Allah pada dirinya. (HSR Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 2990 dari Abu Hurairah).
- Mengenakan pakaian indah dan bagus
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فَيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ، قَالَ رَجُلٌ : إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ : إِنَّ اللَّهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat dzarrah (biji atom)”. Seseorang berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang menyukai pakaiannya bagus dan sandalnya bagus,” Rasulullah ﷺ berkata,”Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan; sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia”. (HR Muslim, no. 91; Abu Dawud, no. 4091; at Tirmidzi, no. 1999 dan al Baghawi, no. 3587 dari hadits Abdullah bin Mas’ud).
- Menampakkan syiar-syiar agama Islam
Di dalam Islam ada beberapa ibadah yang tidak mungkin disembunyikan dalam pelaksanaannya, seperti haji, umrah, shalat Jum’at, shalat berjama’ah yang lima waktu dan lainnya.
Seorang muslim tidak dikatakan berbuat riya’, bila ia menampakkan amal-amal ini. Karena termasuk amal-amal yang wajib ditampakkan dan dimasyhurkan serta melaksanakannya adalah termasuk syiar-syiar Islam. Orang yang meninggalkannya akan terkena celaan dan kutukan. Akan tetapi, jika amal-amal ibadah sunnah, hendaknya disembunyikan, karena tidak tercela bagi orang yang meninggalkannya. Tetapi jika ia menampakkan amal itu dengan tujuan supaya orang lain mengikuti sunnah itu, maka hal itu adalah baik. Sesungguhnya yang dikatakan riya’, yaitu apabila tujuannya menampakkan amal tersebut supaya dilihat, dipuji dan disanjung manusia.
Footnote:
1) Ar Riya’ , hlm. 39-52.
2) Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, no. 2896 dan lainnya tanpa menyebutkan lafazh ikhlas. Lihat Shahih at Targhib wat Tarhiib (I/105 no. 6). Hadits ini terdapat syahidnya dari Abu Darda’, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an Nasa-i (VI/45), Fathul Bari (VI/89).
3) Ar Riya’, hlm. 53-59.
Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005M
(Insya Allah bersambung ……)
Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/riya-dan-bahayanya-2/